Saya ingin sekali menyayangi tanpa menyulitkanmu. Tetapi itu
barangkali membingungkan Tuhan. Kerap saya minta agar diberi kesempatan
lagi, agar setidaknya yang lalu-lalu bisa saya perbaiki. Saya minta
kesempatan, agar kalaupun tidak dibersamakan, setidaknya saya bukan
menjadi salah satu yang buruk di ingatanmu. Saya mengusahakan banyak
hal, agar ada celah yang bisa dilewati. Tetapi bukankah itu sama saja
saya sedang meminta diberi jalan untuk dibersamakan? Dijadikan yang
menyenangkan di kepalamu?
Di lain waktu saya hanya meminta dileburkan perasaannya. Kau tahu? Itu saat-saat di mana barangkali saya sedang merasa buruk. Langit yang katanya tak berbatas pun, tak akan bisa dijangkau dengan hanya tangan kosong, bukan? Maka sebagai manusia, bagiku langit adalah batasnya. Dan apa kau ingat saya pernah menyebutmu langit sebab sepasang mata milikmu semenenangkan biru? Maka anggaplah terhadapmu, saya sedang berada di titik batasan saya sebagai manusia bertangan kosong.
Saya punya banyak lebam yang jika bersama, kau akan kerepotan menyembuhkannya. Saya terlalu rumit dalam banyak hal, yang memahami dan merapikannya, akan melelahkanmu. Saya lahir dengan fisik dan hati yang rapuh, mudah sakit dan mudah menangis, lagi-lagi, itu hanya akan melelahkan. Dan saya, ingin memberimu sayang yang baik, yang tidak melelahkan. Di situlah saya membuat Tuhan bingung, sebab denganmu saya berharap dijauhkan.
Atas muara yang akan tertuju nanti, saya serahkan pada Ia yang menciptakan semesta. Kini, selamat menjadi yang bahagia, selamat menemukan bahagia-bahagia lainnya. Beri saya langkah yang mudah, untuk di hati menjadikanmu sesuatu yang lalu. Bukan pergi apalagi bersembunyi. Saya hanya bergeser ke lain sisi, agar memandang punggungmu tak lagi seberharap dulu.
Di lain waktu saya hanya meminta dileburkan perasaannya. Kau tahu? Itu saat-saat di mana barangkali saya sedang merasa buruk. Langit yang katanya tak berbatas pun, tak akan bisa dijangkau dengan hanya tangan kosong, bukan? Maka sebagai manusia, bagiku langit adalah batasnya. Dan apa kau ingat saya pernah menyebutmu langit sebab sepasang mata milikmu semenenangkan biru? Maka anggaplah terhadapmu, saya sedang berada di titik batasan saya sebagai manusia bertangan kosong.
Saya punya banyak lebam yang jika bersama, kau akan kerepotan menyembuhkannya. Saya terlalu rumit dalam banyak hal, yang memahami dan merapikannya, akan melelahkanmu. Saya lahir dengan fisik dan hati yang rapuh, mudah sakit dan mudah menangis, lagi-lagi, itu hanya akan melelahkan. Dan saya, ingin memberimu sayang yang baik, yang tidak melelahkan. Di situlah saya membuat Tuhan bingung, sebab denganmu saya berharap dijauhkan.
Atas muara yang akan tertuju nanti, saya serahkan pada Ia yang menciptakan semesta. Kini, selamat menjadi yang bahagia, selamat menemukan bahagia-bahagia lainnya. Beri saya langkah yang mudah, untuk di hati menjadikanmu sesuatu yang lalu. Bukan pergi apalagi bersembunyi. Saya hanya bergeser ke lain sisi, agar memandang punggungmu tak lagi seberharap dulu.
1 jejak:
Akkkkk sedih bacanya... tp muara itu. semoga tuhan baik menemukan muara yang baik untuk kamu ^^
Posting Komentar