Kepada Langit, Hujan, Mendung, Atau Apapun Kau Ingin Disebut | bianglala

Kepada Langit, Hujan, Mendung, Atau Apapun Kau Ingin Disebut

Minggu, 14 Desember 2014
          Dulu, setiap rindu laut atau langit, atau tempat apapun yang luas, saya tinggal menatap matamu, di dalamnya ada segala hal yang menenangkan. Sekarang tak lagi. Saya jadi ragu menyebutmu mendung. Ah, maaf, saya telah terlalu banyak memberimu sebutan. Langit, Hujan, Mendung, dan sekarang saya malah tetpikir memberimu nama Bumi, tempat segala sesuatuyang indah tumbuh dan saya biarkan hidup.

         Kau tahu? saya baru pulang dari gunung--tempat kesenanganmu. Selama ini saya dibuat rindu mendatanginya lewat foto-foto dan berbagai cerita, termasuk cerita milikmu. Kini saya dijatuh cintakan langsung oleh gunung, dibuat rindu dan candu untuk kembali menjenguknya lain waktu. Saya pun paham kenapa kamu mencandui tempat semacam itu, di sana tenang. Begitu tenang. Saya tak habis pikir bagaimana tempat setinggi itu bisa menenggelamkan diri seseorang, menenggelamkan apa-apa yang menyakitkan. Di sana, saya diajari bahwa ketika meninggi, kita harus merunduk, pun ketika turun, kita harus tetap tegak agar tak jatuh.
Di sana, saya melihat bagaimana helai-helai daun yang berguguran dari atas pohon di suatu punggungan, harua rela jatuh dan berakhir di dasar lembah. Bahwa apapun yang terjadi, kita pasti akan kembali. Setinggi dan semegah apapun, kita hanya akan kembali pada tempat yang rendah.


sumber


         Masih sangat panjang sebenarnya. Bahkan kalau saja bisa, saya ingin sekali bercerita langsung di depanmu, secerewet dan seberisik dulu, cerita bagaimana kaki saya bengkak-bengkak njuk dilaleri, bagaimana saya menangis sepanjang jalan pulang merapi-uwin karena tak kuat menahan perih di kaki, dengan mata yang menyala senang dan tangan yang bergerak ke sana ke mari, lalu membiarkanmu meneriaki saya lebay kalau cerita saya sudah ndramani. hahaha

0 jejak: