Aku menulis lagi, tapi kali ini pena hatiku tak lagi mengeja
tentang kamu. Dia tak akan lagi menulis tentang sosok tinggi putih yang
jarang menyisir rambutnya. Tak lagi menulis kalimat-kalimat rindu
seperti biasanya. Dia juga tak lagi menulis tentang hati yang jatuh
cinta sendirian, apalagi tentang kebohongan yang selama ini kamu tak
pernah tahu, ya, kamu tak pernah tahu bahwa selama ini, aku kerap
membicarakanmu dengan Tuhan, menyebut namamu, meminta agar sapamu yang
lama tak kudapati itu dikembalikan lagi. Tidak, pena hatiku sudah lelah
menulis tentangmu.
Kamu ingat hujan terakhir kita sore itu? Ketika kita sama-sama duduk menyaksikan dua rindu yang dipertemukan, rindu tanah, dan rindu hujan? Ketika aku harus berpura-pura biasa saja mendengar kamu bercerita tentangnya, padahal didadaku ada sesak yang sangat terasa? Ya, sejak saat itu, hatiku memutuskan untuk berhenti saja. Berhenti mengharapkan hatimu pulang dan mencipta untukku irama tawa. Kamu tahu? Untuk berhenti dari candu yang sudah lama dirasa itu tidak mudah, aku bahkan harus melakukannya setahap demi setahap.
Pertama mungkin dengan mencoba tegas pada otakku agar jangan lagi mengingatmu, ya, hanya tidak lagi mengingat, bukan melupa. Kemudian tahap dimana aku harus mengemasi segala kenangan yang tercecer dimana-mana. Mengelompokkannya dalam satu wadah dan menyimpannya saja. Sayang, aku merasa sedikit kewalahan untuk tahap ini, kenangannya begitu banyak, ada pada tas putihku, pada sepeda abu-abu milik kakakmu, pada mainan karet hijau itu, pada meja kelas sebelah pinggir baris ketiga, pada luka dikaki kirimu, ah, banyak sekali. Hey, tulisan jelekmu juga masih ada dibuku PKNku. Susah payah aku memberesi semua itu. Tapi setidaknya, ada satu tahap yang sepertinya akan berhasil aku lakukan, berhenti menulis tentang kamu (sebenarnya aku merasa sedikit nyeri ketika menulis yang ini).
Kelak, segala yang tadi sudah kubenahi dan kusimpan pasti akan tiba-tiba muncul lagi, entah sengaja kubuka atau tidak, akan ada yang tiba-tiba berkelebat dikepala. Ya, karna untuk benar-benar melupa, memang tak akan benar-benar bisa. Tapi, semoga saja saat hal itu muncul dipikiranku, aku sudah benar-benar sembuh dari luka dan aku tak akan lantas merapuh.
Aku harap kamu bisa bekerja sama dengan baik. Kamu yang memaksaku menjauh, dan aku mengusahakannya semampuku. Mulai sekarang, pena hatiku tak akan lagi menulis tentangmu, pena hatiku akan menulis bahagia yang selain kamu.
Kamu ingat hujan terakhir kita sore itu? Ketika kita sama-sama duduk menyaksikan dua rindu yang dipertemukan, rindu tanah, dan rindu hujan? Ketika aku harus berpura-pura biasa saja mendengar kamu bercerita tentangnya, padahal didadaku ada sesak yang sangat terasa? Ya, sejak saat itu, hatiku memutuskan untuk berhenti saja. Berhenti mengharapkan hatimu pulang dan mencipta untukku irama tawa. Kamu tahu? Untuk berhenti dari candu yang sudah lama dirasa itu tidak mudah, aku bahkan harus melakukannya setahap demi setahap.
Pertama mungkin dengan mencoba tegas pada otakku agar jangan lagi mengingatmu, ya, hanya tidak lagi mengingat, bukan melupa. Kemudian tahap dimana aku harus mengemasi segala kenangan yang tercecer dimana-mana. Mengelompokkannya dalam satu wadah dan menyimpannya saja. Sayang, aku merasa sedikit kewalahan untuk tahap ini, kenangannya begitu banyak, ada pada tas putihku, pada sepeda abu-abu milik kakakmu, pada mainan karet hijau itu, pada meja kelas sebelah pinggir baris ketiga, pada luka dikaki kirimu, ah, banyak sekali. Hey, tulisan jelekmu juga masih ada dibuku PKNku. Susah payah aku memberesi semua itu. Tapi setidaknya, ada satu tahap yang sepertinya akan berhasil aku lakukan, berhenti menulis tentang kamu (sebenarnya aku merasa sedikit nyeri ketika menulis yang ini).
Kelak, segala yang tadi sudah kubenahi dan kusimpan pasti akan tiba-tiba muncul lagi, entah sengaja kubuka atau tidak, akan ada yang tiba-tiba berkelebat dikepala. Ya, karna untuk benar-benar melupa, memang tak akan benar-benar bisa. Tapi, semoga saja saat hal itu muncul dipikiranku, aku sudah benar-benar sembuh dari luka dan aku tak akan lantas merapuh.
Aku harap kamu bisa bekerja sama dengan baik. Kamu yang memaksaku menjauh, dan aku mengusahakannya semampuku. Mulai sekarang, pena hatiku tak akan lagi menulis tentangmu, pena hatiku akan menulis bahagia yang selain kamu.
8 jejak:
ayo, mblo kita move on dari cinta yang bertepuk sebelah tangan dan tak terbalas :(
"Aku menulis lagi, tapi kali ini pena hatiku tak lagi mengeja tentang kamu."
pengen banget nulis tapi ga tentang dia lagi~ uwooo~
bagus Ka!!
sudah waktunya tuk mulai bisa 'melepas', demikian hakikatnya berserah, pasrah.. total.. :) segalanya akan lebih nikmat :)
kenapa lu jadi nulis yang galu maksimal gini Ka. lagi sakit lu, hahahah
santai aja.. kan masih ada pangeran lain menanti ika :p
Semoga tetap semangat selalu.. Salam kenal
wets, intinya memang susah untuk bisa move on ya dari rasa sayang dan memaksa hati untuk berubah. :)
Sudah jangan diingat-ingat lagi, galau kan? Wkwk
Posting Komentar